MUJIADI DAN BUDIDAYA ANGGUR PROBOLINGGO
Udara Kota Probolinggo yang terletak di kawasan pantai utara Jawa Timur itu memang relatif panas. Namun, hal itu tidak terasa bila kita berada di pekarangan rumah Mujiadi, seorang petani anggur di kota tersebut. Berada di pekarangan rumahnya seakan kita tengah berdiri dibawah “atap” dedaunan pohon anggur.
Oleh Laksana Agung Saputra
Pekarangan rumah Mujiadi luasnya sekitar tiga kali lapangan tenis. Halaman itu dipenuhi pohon anggur yang jumlahnya tidak kurang dari 300 batang. Dengan ditopang para-para tetinggi sekitar 2 meter, ranting-ranting pohon anggur menjalar ke segala arah dan membentuk “atap” hijau yang rindang.
Sedikitnya ada tujuh varietas anggur yang ditanam Mujiadi bersama kelompok taninya di pekarangan rumah itu. Varietas anggur koleksinya meliputi Prabu Bestari, Cardinal, Caroline, Muskato, Red Globe, Probolinggo Biru, dan Malaga.
Dalam naungan rindang pohon anggur dari beragam varietas itulah Mujiadi merasa kerasan dan nyaman menjalani hidup sehari-hari bersama keluarganya. Ia tinggal dirumah tipe 70. Rumah itu berdiri tepat di tengah-tengah kebun anggurnya.
Dipekarangan bagian depan berdiri sebuah gubuk bambu. Gubuk itu tidak sekedar jadi pemanis, tetapi di tempat itulah Mujiadi bersama anggota Kelompok Tani Sejahtera yang didirikannya berkumpul.
“Disini kami biasa santai dan ngobrol sambil melihat pohon-pohon anggur. Kalau anggur sedang berbuah dan warnanya mulai memerah, senang rasanya hati ini,” kata Mujiadi.
Ada sejumlah kelompok kelompok petani anggur di Kota Probolinggo. Namun, sejauh ini setiap kali ada orang atau pejabat yang hendak melihat budidaya anggur di Kota Probolinggo, rujukannya bisa dikatakan selalu ke Kelonpok Tani Sejahtera.
Ini termasuk ketika Menteri Pertanian Anton Apriyantono berkunjung ke Probolinggo pada November 2006. Pada kesempatan itu, Mentan sekaligus menganugerahi Kelompok Tani Sejahtera piagam penghargaan atas prakarsa dan prestasinya dalam upaya pengembangan komoditas anggur di Kota Probolinggo.
Belakangan Mujiadi bersama kelompok taninya memiliki sekitar 1000 batang pohon anggur. Arealnyapun tersebar di sejumlah pekarangan rumah para anggotanya. Omzet mereka sekitar Rp. 175 juta setiap kali panen. Jika dalam setahun panen bisa dilakukan dua kali, omzet kelompok ini menjadi Rp. 350 juta. Penghasilan dari anggur itu dibagi untuk 20 anggota Kelompok Tani Sejahtera.
“Mungkin penghasilannya tidak berlebihan, tetapi cukuplah untuk menghidupi keluarga kami,” kata Mujiadi.
Penghasilan tambahan bisa mereka dapatkan dari penjualan bibit anggur dalam bentuk tanaman stek. Upaya pengembangan areal tanam sejauh ini masih terkendala dana. Pasalnya, Mujiadi dan kelompoknya tak punya lahan yang relatif luas untuk ditanami anggur.
Menolak Permintaan
Bicara tentang kemungkinan mendapatkan penghasilan tambahan sebenarnya Mujiadi bisa mengusahakannya. Namun, hal itu sengaja tak digapainya. Dia berkisah, pada 7 Desember 2006, pejabat pertanian dari negeri Kelantan, Malaysia. Bersama kelompok tani andalan negeri seberang itu berkunjung ke perkebunan anggurnya. Sang pejabat meminta Mujiadi menjadi Pengajar teknis budidaya anggur di Malaysia.
“Mereka meminta dua tenaga pengajar sekaligus kiriman bibit anggur juga, “kata Mujiadi.
Meski sebenarnya lebih menjanjikan dari segi penghasilan, Mujiadi menolak tawaran tersebut. Kala itu ia hanya mengatakan akan berpikir-pikir dahulu. Pasalnya, berat bagi Mujiadi untuk meninggalkan keluarganya.
Selang beberapa waktu kemudian, dua rombongan lainnya dari malaysia datang lagi kerumah Mujiadi. Selain untuk melihat kebun anggurnya, mereka juga membeli bibit anggur dalam bentuk tanaman stek.
Dunia anggur yang digeluti Mujiadi awalnya tampak seperti sebuah kebetulan. Menjadi petani anggur sama sekali tidak pernah terlintas di benak pria lulusan Akademi Bank Malang (ABM) tersebut. Pekerjaan paling lama yang dia geluti setelah lulus dari ABM adalah menjadi kontraktor.
Sampai pada suatu ketika setelah menjadi kontraktor lebih dari sepuluh tahun, Mujiadi mengalami masa-masa sulit. Puncaknya pada tahun 2000, usahanya pailit.
Tidak ingin berlama-lama merenungi nasib, Mujiadi mencoba menjadi biro perwakilan sebuah perusahaan jasa tenaga kerja indonesia (PJTKI) di kota Probolinggo yang pusatnya dikota Malang. Usaha itu berjalan dua tahun lalu dia jenuh.
Pada suatu malam, Mujiadi bersama adik iparnya bertukar pendapat. Dari pembicaraan itu munculah gagasan untuk mencoba budidaya anggur. Sebab, dia melihat dia melihat anggur belum dikembangkan secara baik di kota Probolinggo yang notabene “memproklamasikan” diri sebagai “Kota Anggur”.
Pertama-tama ia menggalang para tetangga yang punya impian sama. Maka terkumpulah empat kondektur bus antar kota. Itulah embrio Kelompok Tani Sejahtera.
Oleh karena tidak mempunyai pengetahuan soal anggur, kami bertanya kepada orang-orang tua yang pernah menanam anggur. Saya juga bertanya kepada petugas di kebun pembibitan anggur di Probolinggo”, cerita Mujiadi.
Dari sinilah dia memulai mengembangkan pengetahuan dengan membaca segala macam buku literatur tentang anggur. Pengetahuan Mujiadi itu juga terasah karena dia mencoba langsung bertanam anggur.
“Seingat saya, tidak pernah ada persoalan berat selama kami menggeluti tanaman anggur meski pada masa-masa awal. Karena, sejak awal menanam anggur saya merasa cocok dan menjiwainya,” kata Mujiadi.
Teknik dan Rasa
Menurut Mujiadi, menjadi petani anggur bisa dibilang seperti seniman. Maksudnya, dia merasa ada semacam keterlibatan “rasa” dalam membudidayakan anggur. Dari pengalamannya, budidaya anggur tidak bisa hanya melulu mengandalkan soal teknis.
“Misalnya, bagaimana kita harus merangsang pembuahan. Hal itu tak sekadar teori dan teknis, tetapi harus menggunakan rasa,” katanya.
Oleh karena itulah, Mujiadi merasa jatuh cinta kepada anggur. Bahkan, ia mengaku akan terus merawat pohon anggur dikebun itu sampai fisiknya tak kuat lagi. Diatas semua pangakuan dan pencapaiannya, Mujiadi masih menyimpan impian. Dia berharap suatu saat nanti budidaya anggur di Kota Probolinggo akan tumbuh menjadi industri agrowisata.
Niatnya itu menggebu. Namun, untuk itu peran pemerintah daerah mutlak dibutuhkan. Persoalannya, apakah Pemerintah Kota Probolinggo mempunyai impian dan komitmen yang sama dengan Mujiadi dan para petani anggur lainnya?
Dengan agrowisata, kata Mujiadi, petani anggur akan makin sejahtera. Kota Probolinggo pun tidak sebatas hanya bisa berpuas diri dengan julukannya, tetapi memang mampu mempertanggungjawabkan “capnya” sebagai kota anggur.
Dikutip dari Kompas Edisi Senin, 18 Mei 2009