Sampah Plastik? Sukses? Yang benar? Ah Masa? kalau mau tahu ini kisah sukses dari seorang pribumi yang memulai usaha dengan kerja keras. Silahkan ikuti dan baca. boleh sambil tiduran atau minum kopi. Santai saja. (Referensi bacaan : Kompas, Sabtu,16 mei 2009 Bisnis & Keuangan hal 21).
PROFIL USAHA
Beadowy, Rezeki Sampah plastik
Keinginan untuk mendapat jaminan tetap memiliki penghasilan mendorong Muhamad Baedowy mengembangkan jiwa wiraswastanya. "Baedowy menjadi salah satu penerima penghargaan wiraswasta kecil dan menengah terbaik 2008-2009 versi dji Sam Soe Award".
Falsapah yang dipegangnya adalah tidak ingin berpenghasilan tetap, tetapi memilih tetap berpenghasilan."sekarang hidup makin susah kalau hanya bergantung pada penghasilan tetap, ungkap Baedowy yang menjadi peserta pameran produk Indonesia 2009 di jakarta.
Keinginan untuk tetap berpenghasilan tetap ini di wujudkannya dengan selama 9 tahun membangun pengolahan sampah organik. Keuletan dan kegigihan pria kelahiran Balikpapan, kalimantan Timur itu membuahkan berbagai penghargaan antara lain juara pertama pemuda pelopor Tingkat Nasional tahun 2006 atas dedikasinya dibidang usaha.
Jika wiraswata Baedowy sudah terlihat ketika masih kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Merdeka, Malang, Jawa Timur. Meski dari keluarga mapan, dari orangtua yang bekerja di bidang perminyakkan, Baedowy iseng - iseng berjualan pisang molen di kampusnya. Dia kemudian di kenal dengan julukan Momo molen.
"Dari usaha ini saya mendapat pelajaran berharga jual makanan memiliki kelemahan. Makanan bisa kedaluarsa. "kata suami Ajeng Ririn Sari Yuniar ini".
Setelah lulus kuliah, ia merantau ke Jakarta dan pada 1997 bekerja di Royal Bank Scotland (RBS). Sembari bekerja, Baedowy mencoba berjualan jangkrik untuk pakan ikan . Saat itu perdagangan jangkrik sedang melonjak.
Namun, keinginan untuk tetap berpenghasilan menguatkan tekadnya membangun usaha sendiri. Ia memutuskan keluar dari pekerjaanya Sebagai auditor di RBS pada 1999. Bagi lelaki kelahiran 2 Mei 1973 ini, bekerja dibawah tekanan menjadikan dirinya tidak bahagia.
Keinginan untuk membangun usaha sendiri itu disampaikan kepada pimpinan Bank swasta tempatnya bekerja. Pemimpin Bank tersebut menyatakan, Baedowy tidak akan mencapai kesuksesan. Namun itu tidak menyurutkan niat Baedowy menjadi wiraswasta.
"Untuk meraih sukses dengan tetap berpenghasilan, saya pikir harus berani melawan arus. Pengusaha sukses Bob Sadino menyebut, kesuksesan hanya bisa diraih dengan cara berani menjadi "gila". Tentu mesti punya penghitungan, minimal setengah matang. Bukan sekedar "gila", kata Baedowy.
Tekadnya menjadi wiraswasta semakin kuat ketika pada 1998 Indonesia dilanda kritis ekonomi. Banyak rekan kerjanya khawatir kehilangan pekerjaan.
Karakterristik Usaha
Dari situasi ini , Baedowy mulai berpikir untuk memulai usaha yang membuatnya merasa nyaman hingga usia itu. Ia pun menetapkan kriteria usahanya yaitu tidak mengenal resiko mati, busuk, kadaluarsa, modal sedikit, sulit sehingga relatif tanpa pesaing, dan hasilnya bisa langsung di pakai.
Bapak tiga anak ini mulai melirik usaha pengolahan sampah plastik. Pada tahun 2000 dengan modal 50 juta dari uang tabungan nya, dibantu seorang karyawan, Baedowy mulai usaha penggilingan sampah plastik.
Modal yang ditanamkan digunakan untuk membeli mesin penggilingan dan sebuah mobil pick up untuk mengambil sampah plastik dari lapak pemulung.
Setiap malam Baedowy dan karyawanya berkeliling kelapak pemulung untuk mendapatkan sampah plastik didaerah Cikampek, Rawamangun, dan Pulogadung. Keesokan harinya, sampah plastik digiling menjadi biji plastik.
Dalam menjalankan usaha ini, Baedowy pernah dihinggapi rasa frustasi karena mesin rusak. Situasi menjadi makin sulit karena karyawan bagian produksinya pergi akibat tidak ada pekerjaan selama dua pekan. Dari pengalaman ini Baedowy pun berupaya merekayasa mesin penggilingnya.
Usaha Baedowy sebanyak 85 persen mengandalkan bahan baku dari dalam negeri. Sisanya, 15 persen dari impor, terutama mesin penggerak di China.
Namun, Baedowy melihat ada peluang memproduksi dan menjual mesin buatan sendiri. Sejak 2001, dia mengajak pembelinya bermitra. Baedowy melatih, membina mereka menjalankan usaha, dan membeli produknya yang sudah berupa biji plastik. kini dia punya lebih dari 60 mitra di seluruh indonesia.
Dari setiap kilogram sampah plastik yang dicacah, keuntungan yang didapat Rp. 500 per kg. Kalau dalam sepekan mitra Baedowy dapat mencacah 2 ton, keuntungan yang didapat bisa mencapai Rp. 1 juta.
Botol air minum dalam kemasan (AMDK) diolah menjadi benang polister dengan harga Rp. 4500-Rp. 5000 per kg. Adapun gelas AMDK diolah menjadi campuran tali rafia yang harga jualnya Rp. 7000 per kg.
Kini Baedowy mengolah sendiri botol sampo dan botol oli menjadi biji plastik dengan nilai jual Rp. 8000 per kg.
Biji-biji plastik itu digunakan sebagai bahan baku rumah sapu ijuk yang didistribusikan kepada penjual sapu di Semarang, Solo, Tasikmalaya, Bandung, Lampung, dan Palembang. Bahkan, ada pelanggannya yang berasal dari China. Kini Baedowy memiliki 40 karyawan.
Dalam berusaha, Baedowy meyakini bahwa keuntungan bukan semata-mata dari kemampuan mesin, melainkan karena kegigihan dan keuletan mitranya mencari bahan baku sampah plastik.
Oleh Stefanus Osa Triyatna
Edisi Kompas, Sabtu, 16 Mei 2009
PROFIL USAHA
Beadowy, Rezeki Sampah plastik
Keinginan untuk mendapat jaminan tetap memiliki penghasilan mendorong Muhamad Baedowy mengembangkan jiwa wiraswastanya. "Baedowy menjadi salah satu penerima penghargaan wiraswasta kecil dan menengah terbaik 2008-2009 versi dji Sam Soe Award".
Falsapah yang dipegangnya adalah tidak ingin berpenghasilan tetap, tetapi memilih tetap berpenghasilan."sekarang hidup makin susah kalau hanya bergantung pada penghasilan tetap, ungkap Baedowy yang menjadi peserta pameran produk Indonesia 2009 di jakarta.
Keinginan untuk tetap berpenghasilan tetap ini di wujudkannya dengan selama 9 tahun membangun pengolahan sampah organik. Keuletan dan kegigihan pria kelahiran Balikpapan, kalimantan Timur itu membuahkan berbagai penghargaan antara lain juara pertama pemuda pelopor Tingkat Nasional tahun 2006 atas dedikasinya dibidang usaha.
Jika wiraswata Baedowy sudah terlihat ketika masih kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Merdeka, Malang, Jawa Timur. Meski dari keluarga mapan, dari orangtua yang bekerja di bidang perminyakkan, Baedowy iseng - iseng berjualan pisang molen di kampusnya. Dia kemudian di kenal dengan julukan Momo molen.
"Dari usaha ini saya mendapat pelajaran berharga jual makanan memiliki kelemahan. Makanan bisa kedaluarsa. "kata suami Ajeng Ririn Sari Yuniar ini".
Setelah lulus kuliah, ia merantau ke Jakarta dan pada 1997 bekerja di Royal Bank Scotland (RBS). Sembari bekerja, Baedowy mencoba berjualan jangkrik untuk pakan ikan . Saat itu perdagangan jangkrik sedang melonjak.
Namun, keinginan untuk tetap berpenghasilan menguatkan tekadnya membangun usaha sendiri. Ia memutuskan keluar dari pekerjaanya Sebagai auditor di RBS pada 1999. Bagi lelaki kelahiran 2 Mei 1973 ini, bekerja dibawah tekanan menjadikan dirinya tidak bahagia.
Keinginan untuk membangun usaha sendiri itu disampaikan kepada pimpinan Bank swasta tempatnya bekerja. Pemimpin Bank tersebut menyatakan, Baedowy tidak akan mencapai kesuksesan. Namun itu tidak menyurutkan niat Baedowy menjadi wiraswasta.
"Untuk meraih sukses dengan tetap berpenghasilan, saya pikir harus berani melawan arus. Pengusaha sukses Bob Sadino menyebut, kesuksesan hanya bisa diraih dengan cara berani menjadi "gila". Tentu mesti punya penghitungan, minimal setengah matang. Bukan sekedar "gila", kata Baedowy.
Tekadnya menjadi wiraswasta semakin kuat ketika pada 1998 Indonesia dilanda kritis ekonomi. Banyak rekan kerjanya khawatir kehilangan pekerjaan.
Karakterristik Usaha
Dari situasi ini , Baedowy mulai berpikir untuk memulai usaha yang membuatnya merasa nyaman hingga usia itu. Ia pun menetapkan kriteria usahanya yaitu tidak mengenal resiko mati, busuk, kadaluarsa, modal sedikit, sulit sehingga relatif tanpa pesaing, dan hasilnya bisa langsung di pakai.
Bapak tiga anak ini mulai melirik usaha pengolahan sampah plastik. Pada tahun 2000 dengan modal 50 juta dari uang tabungan nya, dibantu seorang karyawan, Baedowy mulai usaha penggilingan sampah plastik.
Modal yang ditanamkan digunakan untuk membeli mesin penggilingan dan sebuah mobil pick up untuk mengambil sampah plastik dari lapak pemulung.
Setiap malam Baedowy dan karyawanya berkeliling kelapak pemulung untuk mendapatkan sampah plastik didaerah Cikampek, Rawamangun, dan Pulogadung. Keesokan harinya, sampah plastik digiling menjadi biji plastik.
Dalam menjalankan usaha ini, Baedowy pernah dihinggapi rasa frustasi karena mesin rusak. Situasi menjadi makin sulit karena karyawan bagian produksinya pergi akibat tidak ada pekerjaan selama dua pekan. Dari pengalaman ini Baedowy pun berupaya merekayasa mesin penggilingnya.
Usaha Baedowy sebanyak 85 persen mengandalkan bahan baku dari dalam negeri. Sisanya, 15 persen dari impor, terutama mesin penggerak di China.
Namun, Baedowy melihat ada peluang memproduksi dan menjual mesin buatan sendiri. Sejak 2001, dia mengajak pembelinya bermitra. Baedowy melatih, membina mereka menjalankan usaha, dan membeli produknya yang sudah berupa biji plastik. kini dia punya lebih dari 60 mitra di seluruh indonesia.
Dari setiap kilogram sampah plastik yang dicacah, keuntungan yang didapat Rp. 500 per kg. Kalau dalam sepekan mitra Baedowy dapat mencacah 2 ton, keuntungan yang didapat bisa mencapai Rp. 1 juta.
Botol air minum dalam kemasan (AMDK) diolah menjadi benang polister dengan harga Rp. 4500-Rp. 5000 per kg. Adapun gelas AMDK diolah menjadi campuran tali rafia yang harga jualnya Rp. 7000 per kg.
Kini Baedowy mengolah sendiri botol sampo dan botol oli menjadi biji plastik dengan nilai jual Rp. 8000 per kg.
Biji-biji plastik itu digunakan sebagai bahan baku rumah sapu ijuk yang didistribusikan kepada penjual sapu di Semarang, Solo, Tasikmalaya, Bandung, Lampung, dan Palembang. Bahkan, ada pelanggannya yang berasal dari China. Kini Baedowy memiliki 40 karyawan.
Dalam berusaha, Baedowy meyakini bahwa keuntungan bukan semata-mata dari kemampuan mesin, melainkan karena kegigihan dan keuletan mitranya mencari bahan baku sampah plastik.
Oleh Stefanus Osa Triyatna
Edisi Kompas, Sabtu, 16 Mei 2009